Mega Putra Ratya - detikNews
Cirebon - Komisi IV DPR RI mendesak adanya revisi UU No.18/2004 tentang Perkebunan. Hal itu untuk menuntaskan kasus-kasus sengketa lahan perkebunan seperti yang terjadi di Kabupaten Mesuji, Lampung dan Kecamatan Mesuji, Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI), Sumatera Selatan.
"Jadi kami mengusulkan agar pemerintah dan DPR memperbaiki UU Perkebunan sehingga tidak ada celah untuk menjadi kasus," ujar Wakil Ketua Komisi IV DPR RI Herman Khaeron disela-sela kunjungannya ke Cirebon, Jawa Barat, Kamis (22/12/2011).
Herman menilai kasus mesuji merupakan kasus lama. Dia mengatakan, Komisi IV DPR sudah pernah berkunjung ke Mesuji pada sekitar enam bulan lalu, dan sudah menemukan adanya konflik-konflik soal lahan antara masyarakat sebagai petani penggarap dengan perusahaan swasta pengelola perkebunan.
Menurut Herman, di Lampung cukup banyak konflik-konflik yang terjadi antara petani dengan perusahaan swasta perkebunan. Dia mencontohkan, konflik yang terjadi di perusahaan tambak udang Dipasena di register 41. Saat itu dirinya bersama dua orang lainnya dari Komisi IV DPR dan didampingi Kapolres setempat dengan menggunakan helikopter akan mendarat di lokasi itu.
Namun mendapat informasi dari aparat kepolisian di lokasi agar mengurungkan niat untuk mendarat, karena situasi tidak kondusif. Persoalan lahan di berbagai lahan perkebunan, termasuk di Mesuji, Herman melanjutkan, dimulai setelah kementerian kehutanan melepas hak tanah kepada perusahaan swasta.
"Dalam konsep tersebut dilakukan pola inti plasma. Dalam perjalanannya petani sering menunggak kredit dari perusahaan swasta. Sehingga pada saat jatuh tempo, tidak mampu membayar kredit lahan diambil oleh perusahaan swasta. Itulah yang memicu konflik," paparnya.
Oleh karena itu, pihaknya mengusulkan agar pemerintah dan DPR memperbaiki UU No.18/2004 tentang Perkebunan, sehingga tidak ada celah untuk menjadi kasus. Dalam UU Perkebunan Pasal 21 dan 47 yang isinya rakyat tidak boleh memasuki wilayah perkebunan sudah dicabut oleh Mahkamah Konstitusi (MK).
Tentunya, dia menyebutkan, aturan itu harus dikembalikan seperti semula melalui perubahan regulasi. Dia mengakui, pihaknya kesulitan untuk menyelesaikan persoalan lahan di Mesuji karena Kementerian Kehutanan merupakan mitra Komisi IV, sedangkan Badan Pertanahan Nasional (BPN) yang menjadi salah satu pihak bertanggung jawab
merupakan mitra Komisi II DPR.
"Sebaiknya BPN bisa menjadi mitra Komisi IV, agar koordinasi lebih lancar. Sementara ini, tindak lanjut soal kasus mesuji agar diserahkan saja kepada aparat penegak hukum untuk diproses sesuai prosedur. Pasalnya persoalan ini sudah terang benderang. Saya menyarankan agar dibuat regulasi khusus yang bisa mengakomodasi semua pihak," pungkas dia.
"Jadi kami mengusulkan agar pemerintah dan DPR memperbaiki UU Perkebunan sehingga tidak ada celah untuk menjadi kasus," ujar Wakil Ketua Komisi IV DPR RI Herman Khaeron disela-sela kunjungannya ke Cirebon, Jawa Barat, Kamis (22/12/2011).
Herman menilai kasus mesuji merupakan kasus lama. Dia mengatakan, Komisi IV DPR sudah pernah berkunjung ke Mesuji pada sekitar enam bulan lalu, dan sudah menemukan adanya konflik-konflik soal lahan antara masyarakat sebagai petani penggarap dengan perusahaan swasta pengelola perkebunan.
Menurut Herman, di Lampung cukup banyak konflik-konflik yang terjadi antara petani dengan perusahaan swasta perkebunan. Dia mencontohkan, konflik yang terjadi di perusahaan tambak udang Dipasena di register 41. Saat itu dirinya bersama dua orang lainnya dari Komisi IV DPR dan didampingi Kapolres setempat dengan menggunakan helikopter akan mendarat di lokasi itu.
Namun mendapat informasi dari aparat kepolisian di lokasi agar mengurungkan niat untuk mendarat, karena situasi tidak kondusif. Persoalan lahan di berbagai lahan perkebunan, termasuk di Mesuji, Herman melanjutkan, dimulai setelah kementerian kehutanan melepas hak tanah kepada perusahaan swasta.
"Dalam konsep tersebut dilakukan pola inti plasma. Dalam perjalanannya petani sering menunggak kredit dari perusahaan swasta. Sehingga pada saat jatuh tempo, tidak mampu membayar kredit lahan diambil oleh perusahaan swasta. Itulah yang memicu konflik," paparnya.
Oleh karena itu, pihaknya mengusulkan agar pemerintah dan DPR memperbaiki UU No.18/2004 tentang Perkebunan, sehingga tidak ada celah untuk menjadi kasus. Dalam UU Perkebunan Pasal 21 dan 47 yang isinya rakyat tidak boleh memasuki wilayah perkebunan sudah dicabut oleh Mahkamah Konstitusi (MK).
Tentunya, dia menyebutkan, aturan itu harus dikembalikan seperti semula melalui perubahan regulasi. Dia mengakui, pihaknya kesulitan untuk menyelesaikan persoalan lahan di Mesuji karena Kementerian Kehutanan merupakan mitra Komisi IV, sedangkan Badan Pertanahan Nasional (BPN) yang menjadi salah satu pihak bertanggung jawab
merupakan mitra Komisi II DPR.
"Sebaiknya BPN bisa menjadi mitra Komisi IV, agar koordinasi lebih lancar. Sementara ini, tindak lanjut soal kasus mesuji agar diserahkan saja kepada aparat penegak hukum untuk diproses sesuai prosedur. Pasalnya persoalan ini sudah terang benderang. Saya menyarankan agar dibuat regulasi khusus yang bisa mengakomodasi semua pihak," pungkas dia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar