Sabtu, 31 Desember 2011

Materi Studi Islam (Agama dan Etika Islam)

AGAMA DAN ETIKA ISLAM
      Terbinanya sarjana muslim yang taat menjalankan perintah agamanya, berpikir filosofis, bersikap rasional dan dinamis, berpandangan luas, dan menghargai kerjasama antar umat beragama dalam mengabdikan ilmu, teknologi dan seni untuk kepentingan nasional dan kemanusiaan.
Metode Pendekatan:
1.    Menyeluruh (integral)
2.    Terpisah-pisah (separated)
Materi Studi Islam:
1.    Studi tentang sumber nilai Islam:
a.    Alquran
b.    Sunnah
c.    Ijtihad (sebagai sumber tambahan)
2.    Studi tentang materi ajaran Islam:
      a.  Akidah Islam, meliputi:
            - Tauhid Rubbubiyah
            - Tauhid Mulkiyah
            - Tauhid Uluhiyah
b.  Syariah Islam, meliputi:
            -Ibadah
            Muamalah (Munakahat, Mawaris, Jinayah, Siyasah,  Da’wah/jihad, dll.)
c.  Akhlaq, meliputi:
            - Hablum minallah
            - Hablum minannas
            - Hablum minal ‘alam
3. Studi tentang sejarah Islam:
            - Priode Klasik (650-1250 M)
            - Priode Pertengahan (1250-1800 M)
            - Priode Modern (1800 M-sekarang)
4. Studi tentang bahasa nilai dan sumber nilai Islam (bahasa Arab):
            - Nahu
            - Sharaf
            - Balaghah, dsb.         
Metode Mempelajari Islam:
  1. Beragama harus dengan ilmu, bukan dengan kira-kira (QS. al-Isra’, 17; 36)
  2. Beragama tidak atas dasar mayoritas, karena mayoritas tidak menjamin orisinilitas.
  3. Beragama tidak boleh atas dasar keturunan atau warisan leluhur (QS. al-Baqarah, 2; 170)
  4. Beragama tidak atas dasar figur (QS. at-Taubah, 9; 31)
Rasionalitas dalam Beragama:
Dalam mempelajari Islam tidak bisa hanya menggunakan pendekatan
rasio karena rasio memiliki keterbatasan, tetapi perlu ada keterlibatan
keimanan. Dalam hal ini paling tidak ada empat kategori ilmu, yaitu:
  1. Empirical science (‘ainul yaqin): kebenarannya dibuktikan secara empirik melalui eksperimen. Sumbernya adalah pancaindera.
  2. Rational science (ilmul yaqin): kebenarannya ditentukan oleh hubungan sebab akibat. Sumbernya adalah rasio.
  3. Suprarational science (haqqul yaqin): kebenarannya ditentukan oleh hal-hal di luar rasio. Sumbernya adalah hati.
  4. Metarational science (ilmu gaib). Sumbernya adalah ruh. 
KONSEP KETUHANAN DALAM ISLAM
Siapakah Tuhan itu?
Tuhan (ilah): sesuatu yang dipentingkan (dianggap penting) oleh
manusia sedemikian rupa, sehingga manusia merelakan dirinya
dikuasai oleh-Nya.
Sejarah Pemikiran tentang Tuhan
Pemikiran Barat:
  • Teori Evolusionisme (Max Muller & E.B. Taylor) (1877): adanya proses dari kepercayaan yang amat sederhana, lama kelamaan meningkat menjadi sempurna. Prosesnya sbb:
            - Dinamisme
            - Animisme
            - Politeisme
            - Henoteisme
            - Monoteisme
  • Teori ini ditentang oleh Andrew Lang (1898), yang menekankan adanya monoteisme dalam masyarakat primitif.
  • Sarjana-sarjana agama  Barat juga menantang teori ini. Menurut mereka  ide tentang Tuhan tidak datang secara evolusi, tetapi dengan adanya wahyu.
Pemikiran Umat Islam:
Pemikiran terhadap Tuhan di kalangan umat Islam timbul sejak
wafatnya Nabi Muhammad Saw. Secara garis besarnya terdiri dari:
-           Mu’tazilah: orang Islam yang berbuat dosa besar, tidak kafir dan tidak mukmin. Ia berada di antara posisi mukmin dan kafir (manzilah baina manzilatain).
-           Qodariah: manusia mempunyai kebebasan dalam berkehendak dan berbuat. Manusia sendiri yang menghendaki apakah ia akan kafir atau mukmin.
-           Jabariah: manusia tidak mempunyai kebebasan dalam berkehendak dan berbuat. Semua tingkah laku manusia ditentukan dan dipaksa oleh Tuhan.
-           Asy’ariyah dan Maturidiyah: pendapat kedua aliran ini berada di antara Qodariah dan Jabariah.
  • Pada prinsipnya aliran-aliran di atas tidak bertentangan dengan ajaran dasar Islam. Umat Islam yang memilih aliran mana saja sebagai teologi yang dianutnya, tidak menyebabkan ia keluar dari Islam.
     Tuhan menurut Ajaran Islam
    • Tuhan dalam konsep Alquran adalah Allah (Q.S. Ali Imran, 3; 62, Shad, 38; 35 & 65, dan Muhammad, 47; 19). Ajaran tentang Tuhan yang diberikan kepada para nabi sebelum Muhammad adalah  Tuhan “Allah” juga (Q.S. Hud, 11; 84, dan Al-Maidah, 5; 72). Allah adalah Esa (Q.S. Al-Ankabut, 29; 46, Thaha, 20; 98 & Shad, 38; 4).
    • Menurut informasi Alquran, sebutan yang benar bagi Tuhan yang benar-benar Tuhan adalah  sebutan ”Allah”, dan kemahaesaan Allah tidak melalui teori evolusi melainkan dari wahyu yang datang dari Allah sendiri. Keesaan Allah adalah mutlak, tidak dapat disejajarkan dengan yang lain.
    • Kebenaran tentang Tuhan yang datang dari Tuhan sendiri merupakan kebenaran yang bersifat mutlak. Informasi yang benar tentang Tuhan harus melalui Rasul yang dipercaya dan dipilih Tuhan untuk menerangkan tentang diri-Nya. Alquran menegaskan Nabi Muhammad Saw. sebagai Rasul terakhir (Q.S. An-Najm, 53; 2-4).
Pembuktian Keesaan Allah
Konsep Tauhid
Dalam Munasabah  Surat Al-Fatihah dan An-Nas
Dalil-dalil pembuktian adanya Tuhan
            Keberadaan alam
            Adanya alam serta organisasinya yang menakjubkan dan rahasianya yang pelik. Adanya manusia, namun manusia sendiri mengakui bahwa dia terjadi bukan atas kehendaknya sendiri. Kejadian alam dan manusia  ini memberikan penjelasan bahwa ada sesuatu kekuatan yang telah menciptakannya, suatu ”akal” yang tidak ada batasnya. Jika percaya tentang eksistensi alam dan manusia, maka secara logika harus percaya tentang adanya pencipta alam.
            Pendekatan Ilmu Fisika
            Hukum Termodinamika II (Second law of Thermodynamics) yang dikenal dengan hukum keterbatasan energi atau teori pembatasan perubahan energi panas, membuktikan bahwa adanya alam ini tidak mungkin bersifat azali (terjadi dengan sendirinya), pasti ada yang menciptakannya.
            Pendekatan Ilmu Astronomi
            Semua sistem tata surya yang ada di alam ini, baik matahari, bumi, bulan, bintang- bintang dan lainnya tidak ada yang diam dan berhenti pada suatu tempat tertentu. Semuanya bergerak dan beredar pada garis edarnya masing-masing tampa pernah berbenturan antara satu dengan yang lainnya. Keserasian alam ini oleh Ibnu Rusyd diberi istilah dengan ”dalil ikhtira”. Maka dengan memperhatikan sistem yang luar biasa ini, dapat disimpulkan mustahil semuanya ini terjadi dengan sendirinya pasti dibalik smuanya ada kekuatan yg mengendalikannya.
HAKIKAT MANUSIA MENURUT ISLAM
Konsep Manusia dalam berbagai Perspektif
Menurut ilmu pengetahuan:
Asal usul manusia secara fisik tidak bisa dipisahkan dari teori tentang evolusi.
Teori ini dikemukakan pertama kali oleh Charles Darwin pada abad ke-19.
Evolusi manusia menurut ahli Paleontologi dapat dibagi menjadi 4 kelompok:
  1. Tingkat pra manusia (Australopithecus). Fosilnya ditemukan di Johanesburg pada tahun 1924.
  2. Tingkat manusia kera (Pithecantropus erectus). Fosilnya ditemukan di Solo pada tahun 1891.
  3. Manusia purba, yaitu tahap yang lebih dekat kepada manusia modern, walaupun spesisnya masih bisa dibedakan. Fosilnya di Neander (Homo neanderthalesis) dan di Solo (Homo soloensis).
  4. Manusia modern Homo sapiens yang telah pandai berpikir menggunakan otak dan nalarnya.
  • Penganut teori psikoanalisis: manusia sebagai homo volens (manusia berkeinginan).
  • Penganut teori behaviorisme: manusia sebagai homo mechanicus (manusia mesin).
  • Penganut teori kognitif: manusia sebagai homo sapiens (manusia berpikir).
  • Penganut teori humanisme: manusia sebagai homo ludens (manusia bermain), dll.
Menurut Alquran:
  • Asal usul manusia tidak terlepas dari figur Adam (manusia pertama).(QS.Al-Baqarah, 2; 30-33). Adam diciptakan dari unsur tanah.(QS.Al-Hijr,15; 26&28, Al-An’am, 6;2 dan Al-Mu‘minun, 23; 12). Sedangkan penciptaan manusia selanjutnya melalui proses percampuran antara laki-laki dan perempuan. (QS. Al-Mu‘minun, 23; 13-14 dan As-Sajadah, 32; 8-9).
  • Konsep manusia juga dipahami melalui kata-kata yang ditemukan dalam Alquran yang menunjuk pada makna manusia, yaitu:
            -“Basyar (37 kali), manusia sebagai basyar (makhluk biologis) tunduk      pada takdir Allah sama dengan makhluk lain,
            - “Insan(65 kali), manusia sebagai insan (makhluk psikologis),
            - An- nas (240 kali), manusia sebagai an- nas (makhluk sosial), bertalian dengan hembusan roh Allah yang memiliki kebebasan dalam memilih untuk tunduk atau menentang takdir Allah. Akan Tetapi tentu saja setiap pilihan mengandung resiko (QS. At-Thur, 52; 21).
  • Di samping tubuh manusia yang memiliki potensi yang bersifat fisik. Ruh manusia juga memiliki sifat potensial berupa akal, qalb (rasa) dan nafsu. Manusia ideal adalah yg mampu menjaga fitrahnya, dan mampu mengelola potensi akal, qalb dan nafsunya secara harmonis.
Tanggungjawab Manusia sebagai Hamba & Khalifah Allah
  • Manusia berperan sebagai hamba Allah (‘abd). Seorang hamba Allah harus taat kepada perintah Allah.
  • Di samping itu, manusia juga berperan sebagai khalifah, yaitu wakil Allah di muka bumi sebagai pemimpin untuk mengelola dan memelihara alam.
  • Agar dapat menjalankan kekhalifahannya dengan baik, Allah telah mengajarkan kepada manusia kebenaran dalam segala ciptaan-Nya dan melalui pemahaman serta penguasaan terhadap hukum-hukum yang terkandung dalam ciptaan-Nya. Manusia dapat menyusun konsep-konsep serta melakukan rekayasa membentuk wujud baru dalam alam kebudayaan.
  • Kekuasaan manusia sebagai khalifah Allah dibatasi oleh aturan dan ketentuan yang telah digariskan oleh yang diwakilinya, yaitu hukum-hukum Allah, baik yang tertulis dalam kitab suci (Alquran), maupun yang tersirat dalam kandungan alam semesta (al-kaun). Oleh karena itu, akan  diminta pertanggungjawabannya terhadap penggunaan kewenangan dari yang diwakilinya (Q.S. Fathir, 35; 39).
Fase Kehidupan Manusia
Manusia mengalami hidup di lima alam, yakni:
    1. Alam Ruh
    2. Alam Rahim
    3. Alam Dunia
    4. Alam Qubur
    5. Alam Akhirat
Islam Sebagai Tatanan Hidup Holistik
Din al-Islam
-           ”Din” berasal dari kata ”dana-yadinu-dinan” : tatanan, sistem, tatacara hidup.
-           ”Islam” berasal dari kata ”aslama” : tunduk, patuh dan berserah diri.
            Secara terminologi Islam adalah agama yang ajaran-ajarannya diturunkan Allah Swt.  kepada manusia melalui Rasul-rasul-Nya. Sejak Nabi Adam sampai Nabi Muhammad Saw. (QS. Al-Baqarah, 2; 136).
-          Din al-Islam sebagai tatanan hidup meliputi seluruh aspek hidup dan kehidupan, dari masalah ritual sampai kepada masalah mu’amalah.
-          Secara umum din terbagi dua:
  1. Din al-Islam (din al-haq) » kelompok muslim / huda
  2. Din ghair al-Islam (din al-bathil) » kelompok kafir / dhallin
            (QS. al-A’raf, 7; 30 dan Muhammad, 47; 1-3)
Pilar-pilar Din al-Islam
Ada 3 unsur utama dalam ajaran Islam yakni akidah,
syariah dan akhlak.
1. Akidah atau keimanan: yaitu hal-hal yang berkaitan dengan keyakinan atau aspek credial.
2. Syariah atau aspek norma: yaitu ajaran yang mengatur prilaku seorang pemeluk agama Islam.
3. Akhlak atau aspek behavioral:gambaran tentang prilaku yang seyogyanya dimiliki seorang muslim.
Akidah, syariah dan akhlak adalah tiga hal yang tidak bisa dipisahkan dari pribadi seorang muslim. Akidah adalah dasar keyakinan yang mendorong penerimaan syariat Islam secara utuh. Jika syariat telah
dilaksanakan berdasarkan akidah, akan lahir bentuk-bentuk tingkah laku yang baik (akhlak).
Dalam bagan ini tampak bahwa integralitas akidah, syariah dan akhlak mengisyaratkan  bahwa seorang muslim harus meletakkan seluruh dimensi hidupnya dalam kerangka Islam.
Hubungan antara Hukum Alam dan Hukum Alquran
Dalam Islam, Aturan Allah ada dua kategori:
1. Hukum alam (hukum kauniyah): sifatnya ghairu mathluwwi (tidak tertulis)
2. Hukum Agama (hukum qur’aniyah): sifatnya mathluwwi (tertulis).
Semua hukum Allah ini sama-sama bersifat absolut,
memiliki sifat yang sama yakni:
            - pasti (QS. al-Qamar, 54; 49)
            - objektif (QS. al-Hijr, 15; 21)
            - tetap (QS. al-Fath, 48; 23)
Perbedaannya dalam hal time respon (reaksi waktu). Reaksi atau akibat hukum kauniyah jauh lebih cepat daripada hukum quraniyah.
Kedudukan akal dalam Memahami Islam
Akal sangat diperlukan dalam memahami Islam.
Namun mengenai penggunaannya, para tokoh
pemikir Islam berbeda-beda corak pemikirannya.
Paling tidak ada empat corak yaitu:
  1. Sinkretik: mencampurkan antara budaya lokal dan agama
  2. Tekstual: terikat dengan teks kurang memperhatikan konteks
  3. Rasional Kontekstual: memperhatikan teks dan konteks secara bersamaan
  4. Rasional Liberal: tidak terikat teks.
Dari perbedaan inilah, lahir faham dan aliran
keagamaan dalam Islam.
SUMBER AJARAN ISLAM
v  Alquran sebagai Sumber Ajaran Islam
Pengertian dan Nama Alquran
Pengertian:
Secara terminologis Alquran adalah kalamullah yang diturunkan kepada Nabi terakhir Muhammad Saw. Melalui perantaraan malaikat Jibril, tertulis dalam mushaf dan sampai kepada manusia secara mutawatir. Membacanya bernilai ibadah, diawali dengan surat Al-Fatihah dan ditutup dengan surat An-Nas.
Nama-nama Alquran:
- Al-Quran, kata Alquran sebagai nama kitab suci ini terdapat dlm (QS. Al-Hasyr, 59; 21).
- Al-Furqan, artinya pembeda atau pemisah  (QS. Al-Furqan, 25; 1).
- Al-Kitab, artinya tulisan atau yang ditulis (QS. Al-Kahfi, 18; 1).
- Adz-Dzikra, artinya peringatan (QS. Al- Hijr, 15; 9).
Fungsi Alquran:
- Sebagai petunjuk (QS. Adz-Dzariyat, 51; 56)
- Sebagai sumber ajaran Islam (QS. Al-An’am, 6; 38 & An-Nahl, 16;89)
- Sebagai peringatan & penyejuk (QS.Al-Qashas, 28;77 &Al-Isra‘, 17;82)
Pengkodifikasian Alquran
  • Alquran diturunkan kepada nabi Muhammad secara berangsur-angsur selama 22 tahun 2 bulan 22 hari.
  • Setiap ayat Alquran yang turun langsung dihafalkan oleh Nabi dan diajarkan kepada sahabat, serta dihafalkan pula oleh para sahabat. Pada masa rasul para sahabat yang pandai menulis sudah menuliskan ayat yang turun pada alat tulis yang mereka miliki, kemudian disimpan di rumah Rasul.
  • Pada masa kekhalifahan Abu Bakar Shiddiq ra., beliau memerintahkan beberapa sahabat untuk menulis dan membukukannya. Setelah disusun, mushaf itu disimpan oleh Abu Bakar hingga wafat. Kemudian dipegang oleh Umar bin Khattab, setelah Umar wafat disimpan oleh Hafsah binti Umar.
  • Pada masa khalifah Usman bin Affan ra.  terjadi penyalinan kembali dan penggandaan. Mushaf Alquran yang ditulis pada masa Usman tersebut (yang dikenal dengan mushaf Usmani) menjadi rujukan bagi penulisan mushaf selanjutnya dan tersebar ke seluruh dunia Islam sampai sekarang.
Kandungan Alquran
Alquran terdiri atas 114 surah, 6.666 ayat, 77.439 kata, dan 323.015 huruf. Kelengkapan Alquran diterangkan di dalam (QS.Al-An’am, 6;38).
Secara umum, kandungan Alquran terdiri atas:
  1. Pokok-pokok keyakinan atau keimanan (aqidah)
  2. Pokok-pokok aturan atau hukum ( syariat)
  3. Pokok-pokok pengabdian kepada Allah (ibadah)
  4. Tata cara hubungan antara sesama manusia (muamalah)
  5. Pokok-pokok aturan tingkah laku (akhlak)
  6. Sejarah para nabi dan umat terdahulu
  7. Dasar-dasar ilmu pengetahuan
Pesona Kemu’jizatan / Keistimewaan Alquran
Keistimewaan Alquran, secara umum adalah:
    1. Alquran diturunkan dengan bahasa arab yang sempurna.
    2. Alquran menembus seluruh waktu, tempat dan sasaran. Seperti dalam (QS. Al-A’raf, 7; 158)
    3. Alquran sumber informasi tentang Tuhan, rasul dan alam gaib.
    4. Alquran merupakan naskah asli yang terjaga.
Penafsiran Alquran
  • Dilihat dari caranya:
-          Tafsir tahlili
-          Tafsir madhu’i
  • Dilihat dari pendekatannya:
-          Tafsir bi al-ma’tsur
-          Tafsir bi al- ma’qul (al-ra’yi)
v  Sunnah / Hadis sebagai Sumber Ajaran Islam
Pengertian
Menurut terminologi Islam sunnah adalah perbuatan, perkataan dan taqrir
(ketetapan/persetujuan) Nabi Saw. Sunnah dapat dibagi tiga yaitu:
1. Sunnah qauliyah, adalah sunnah dalam bentuk perkataan atau ucapan Rasulullah Saw.
2. Sunnah fi’liyah, adalah sunnah dalam bentuk perbuatan.
3. Sunnah taqririyah, adalah ketetapan Nabi, yaitu diamnya Nabi atas perkataan atau perbuatan sahabat, tidak ditegur atau dilarangnya.
Kedudukan dan Fungsi Sunnah terhadap Alquran
Sunnah  menempati sumber norma ajaran Islam kedua setelah Alquran.
Keharusan mengikuti sunnah rasulullah terdapat pada (QS. Muhammad,
47; 33, An-Nisa’, 4; 59 dan Al-Ahzab, 33; 21).
Kedudukan dan fungsi sunnah terhadap Alquran, antara lain:
o        Sunnah menguatkan hukum yang ditetapkan Alquran.
o        Sunnah merinci pernyataan Alquran yang bersifat global.
o        Sunnah membatasi kemutlakan yang dinyatakan oleh Alquran.
o        Sunnah memberi pengecualian pada pernyataan Alquran yang bersifat umum.
o        Sunnah menetapkan hukum baru yang tidak ditetapkan oleh Alquran.
Istilah-istilah dalam Ilmu Hadis
  • Sanad, adalah rangkaian para periwayat yang menukilkan hadis secara berkesinambungan dari yang satu kepada yang lain sehingga sampai kepada periwayat terakhir.
  • Matan, adalah isi yang terdapat dalam hadis itu sendiri.
  • Rawi, adalah orang yang menerima suatu hadis dan menyampaikannya kepada orang lain.
Sejarah Penulisan dan Kodifikasi Hadis
  • Semasa hidup Rasulullah Saw., hadis masih berupa ucapan dan perbuatan Nabi yang didengar dan disaksikan langsung oleh para sahabat, penulisan hadis belum lumrah ketika itu.
  • Setelah Rasulullah wafat (pada priode sahabat), perhatian terhadap pencarian dan penyebaran hadis ke segenap daerah Islam mulai tumbuh.Tetapi pada masa itupun penyampaian hadis masih berupa riwayat lisan.
  • Ide pengumpulan dan penulisan hadis baru muncul pada masa pemerintahan Bani Umayyah, yaitu ketika Umar bin Abdul aziz menjabat sebagai khalifah pada awal abad ke-2 H.
Macam-macam  Hadis
Dari segi jumlah orang yang meriwayatkannya,hadis dibagi tiga macam:
1)      Hadis mutawatir: adalah hadis yang diriwayatkan sejumlah orang secara terus menerus tanpa putus dan secara adat para perawinya tidak mungkin sepakat untuk berbohong.
2)      Hadis masyhur: hadis yang diriwayatkan sejumlah orang tetapi tidak mencapai derajat mutawatir.
3)      Hadis ahad: adalah hadis yang diriwayatkan oleh seorang, dua orang atau lebih, tetapi tidak mencapai syarat masyhur dan mutawatir.
Dari segi kualitas macam hadis terdiri atas:
1)      Hadis sahih: hadis yang sanadnya tidak terputus, diriwayatkan oleh orang yang adil, sempurna ingatannya, kuat hafalannya, tidak cacat, dan tidak bertentangan dengan periwayatan yang lebih kuat.
2)      Hadis hasan: adalah hadis yang memenuhi syarat hadis sahih, tetapi orang yang meriwayatkannya kurang kuat ingatannya atau kurang baik hafalannya.
3)      Hadis dhaif : adalah hadis yang tidak lengkap syaratnya atau tidak memiliki syarat yang terdapat dalam hadis sahih dan hadis hasan.
Hadis maudhu’:
              Suatu perkataan orang yang dikatakan sebagai sabda Nabi atau suatu perbuatan tertentu yang disebutkan sebagai perbuatan Nabi, padahal Nabi tidak pernah mengerjakannya.
Motif- motif pembuatan hadis palsu, di antaranya karena:
  1. Politik dan kepemimpinan
  2. Fanatisme golongan dan bahasa
  3. Kejahatan untuk sengaja mengotori ajaran Islam
  4. Dorongan untuk berbuat baik tetapi bodoh tentang agama
  5. Soal-soal fikih dan pendapat dalam ilmu kalam
  6. Kesehatan-kesehatan sejarah, dan lain-lain.
Ciri-ciri hadis palsu, antara lain:
  1. Pengakuan pembuatnya
  2. Perawinya sudah terkenal sebagai pembuat hadis palsu
  3. Bertentangan dengan akal pikiran yang sehat
  4. Bertentangan dengan ketentuan agama, “aqidah Islam”
  5. Bertentangan dengan ketentuan agama yang sudah qath’i
  6. Mengandung obral pahala dengan amal yang sangat sedehana
  7. Mengandung kultus-kultus individu
  8. Bertentangan dengan fakta sejarah, dan lain-lain.
v  Ijtihad sebagai Sumber Ajaran Islam
Pengertian  dan Kedudukan Ijtihad dalam Islam
  • Ijtihad berarti menggunakan seluruh kesanggupan berpikir  untuk menetapkan suatu keputusan hukum tertentu dengan jalan mengeluarkan hukum dari Alquran dan Sunnah. Kedudukannya sebagai sumber hukum Islam ketiga setelah Alquran dan Sunnah.
  • Masalah-masalah yang dapat diijtihadkan adalah hukum-hukum syara’ yang tidak mempunyai dalil qath’i (pasti), bukan hukum-hukum asal dan masalah yang berhubungan dengan ilmu kalam (aqidah).
  • Dalam perkembangannya Ipteks melahirkan temuan-temuan baru, yang hukum penggunaannya di kalangan umat Islam harus diatur. Dengan adanya ijtihad menyiratkan bahwa Islam senantiasa dapat memberikan jawaban terhadap permasalahan yang dihadapi manusia dari zaman ke zaman.
Macam-macam dan Metodologi Ijtihad
Dilihat dari pelaksanaannya, ijtihad dapat dibagi kepada dua macam:
  1. Ijtihad fardhi, adalah ijtihad yang dilakukan oleh seorang mujtahid.
  2. Ijtihad Jama’i (ijma’), adalah ijtihad yang dilakukan oleh para mujtahid secara berkelompok.
Dilihat dari segi materi, ijtihad terdiri atas:
  1. Qiyas (reasoning by analogy) : menetapkan hukum sesuatu perbuatan yang belum ada ketentuan hukumnya, berdasarkan sesuatu hukum yang telah ditentukan oleh nash, disebabkan oleh adanya persamaan di antara keduanya.
  2. Ijma’  : adalah kebulatan atau kesepakatan semua ahli ijtihad umat setelah wafatnya Nabi pada suatu masa tentang suatu hukum. Ijma’ terdiri atas ijma’ qauli (ucapan) dan ijma’ sukuti (diam).
  3. Istihsan (preference) : menetapkan suatu hukum atas suatu persoalan ijtihadiyah atas dasar prinsip-prinsip atau dalil-dalil yang berkaitan dengan kebaikan, keadilan, kasih sayang, dan sebagainya dari Alquran dan Sunnah.
  4. Mashalihul mursalah (utility) : menetapkan hukum berdasarkan pertimbangan kegunaan dan manfaat yang sesuai dengan tujuan syariat Islam, sekalipun tidak ada dalil secara eksplisit dari Alquran dan Sunnah.
Sikap muslim terhadap hasil ijtihad
Kebenaran hasil ijtihad bersifat dzanniyah (persangkaan kuat kepada benar). Karena itu mungkin saja hasil ijtihad di antara para mujtahid berbeda-beda. Oleh sebab itu, kita tidak dapat menentukan secara mutlak mana yang benar dan mana yang salah dari hasil ijtihad mereka, karena yang dapat mengukur kebenaran secara mutlak hanyalah Allah. Hal ini diisyaratkan Nabi dalam sabdanya: “Seorang hakim apabila berijtihad kemudian dapat mencapai kebenara, maka ia mendapat dua pahala. Apabila ia berijtihad kemudian tidak mencapai kebenaran, maka ia mencapai satu pahala.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Kontribusi umat Islam dalam perumusan dan penegakan hukum nasional
Dapat dilihat dengan diundangkannya beberapa peraturan yang berkaitan dengan hukum Islam. Di antaranya: UU No.1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, PP No.28 Tahun 1977 tentang Perwakafan Tanah Milik, UU No.7 Thn 1979 tentang Peradilan Agama, Inpres No.1 Tahun 1991 tentang KHI, UU No.38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat, dan UU No.17 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Ibadah haji.